Assalamualaikum wr wb.
Beberapa tahun yang lalu, kita terbiasa mendengar berita di televisi
mengenai gizi buruk dan busung lapar, namun kini kita justru jarang
mendengarnya lagi. Yang justru kini marak adalah produk olahraga yang praktis
untuk menurunkan berat badan serta pil atau obat-obat untuk diet. Sebenarnya dari
sini kita sudah melihat adanya pergeseran masalah kesehatan dari gizi buruk
menjadi obesitas.
Seperti yang dilansir salah satu media, bahwa Riset Kesehatan Dasar 2010
menunjukkan, prevalensi anak balita dengan berat kurang akibat kurang gizi 17,9
persen, kependekan 35,6 persen, kekurusan 13,3 persen, dan kegemukan 14 persen.
Gangguan pertumbuhan anak balita itu sejak usia 6 bulan. Sebagian anak kurang
gizi atau gizi buruk, sebagian lain kelebihan gizi atau obesitas. Keduanya
memengaruhi kecerdasan dan kualitas manusia Indonesia, yang kini peringkatnya
di bawah sejumlah negara ASEAN.
Masalah nutrisi bukan hanya soal gizi buruk. Kelebihan gizi atau obesitas
juga mengancam kesehatan masyarakat. Angka obesitas justru makin bertambah
setiap tahunnya di Indonesia.
Pola makan tidak seimbang dan aktivitas fisik yang rendah merupakan penyebab
utama peningkatan angka obesitas meningkat. Direktur Bina Gizi Masyarakat
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Minarto mengatakan, ketika angka gizi buruk
menurun, justru obesitas malah naik.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2010, kata Minarto yang merupakan Direktur
Bina Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) seperti yang dilansir
dalam media ini, angka obesitas naik dari 12,2 persen pada 2007 menjadi 14,2
persen pada 2010. Sedangkan, angka gizi buruk turun dari 5,4 persen menjadi 4,9
persen. Angka prevalensi gizi lebih yang meningkat juga dipengaruhi oleh
perubahan pola makan.
Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi mengatakan, masalah gizi merupakan hal yang
sangat penting dan mendasar bagi kehidupan manusia. Obesitas juga menjadi
ancaman bagi masyarakat selain gizi buruk yang dapat menurunkan kualitas sumber
daya manusia suatu bangsa. Menurutnya, obesitas tak hanya mengancam bayi di
bawah lima tahun (balita), melainkan juga orang dewasa. Permasalahan gizi
sangat kompleks, sehingga penanganannya memerlukan kelembagaan yang kuat dengan
melibatkan berbagai ahli, disiplin, juga profesi dari kementerian serta
pemangku kepentingan. Dia mendorong terbentuknya lembaga nutrition center
untuk menangani masalah ini.
Untuk menanggulangi masalah tersebut,
pihaknya bahkan telah menyediakan anggaran hingga Rp 700 miliar per tahunnya.
Pemerintah memegang peran kunci dalam mengatasi masalah gizi.
Guru Besar Ilmu Pangan Institut Pertanian Bogor (IPB) Soekirman mengatakan, optimalisasi
peran pemerintah sudah saatnya ditingkatkan untuk mengejar target Tujuan
Pembangunan Millenium (MDG's) dalam hal menekan tingginya angka gizi buruk.
Salah satunya meningkatkan pemahaman gizi kepada para ibu rumah tangga
berpendidikan rendah di daerah.
Menurut Soekirman, tingkat pendidikan masyarakat sangat memengaruhi kualitas
asupan gizi anak, termasuk pemberian air susu ibu dan pemberian makanan
tambahan. Faktanya, hampir 80 persen penderita gizi buruk berada di pedesaan,
terutama wilayah terpencil yang belum banyak terjangkau pendidikan.
Jadi bisa dilihat bagaimana masalah gizi bisa mempengaruhi Negara kita
secara holistik, tidak hanya kesehatan namun bisa sampai menurunkan kecerdasan Negara.
Jadi untuk memperbaiki masalah gizi ganda ini, tidak hanya menjadi pekerjaan
pemerintah saja, tapi pekerjaan seluruh masyarakat Indonesia.
Wassalam.
0 komentar:
Posting Komentar